QUIET (in mind) & WAIT

Coaching Consulting Training

Mengapa “hening” ?

 

Menurut Ajahn Brahm : “Because silence is the teacher and the healer”

 

Mengapa begitu ?

 

Saya tahu anda lelah, saya lelah, kita semua merasa . . . Lelah, letih, lesu, dalam menjalani kehidupan sehari-hari kita ini. Kondisi ini bahkan terjadi tanpa disadari oleh sang punya hidup, . . yaitu diri kita sendiri. Penyebabnya bukan semata jam kerja yg terlalu panjang, beban pekerjaan yg berlebih, atau kemacetan yg parah, yg menjadi “santapan” rutin tiap hari. Namun, diduga karena kita semakin sulit menemukan “ruang hening” dlm kehidupan Kita. Ruang hening bukan sekedar tempat sepi (meskipun inipun sdh jarang Kita dapatkan), tetapi kesempatan utk menenangkan diri, dgn mengamati, mengakui dan merasakan apapun yg terjadi dlm keseharian Kita. Ruang hening dlm diri kita itupun Makin sempit, bahkan menghilang.

Mengapa “hening” itu dibutuhkan ? Terutama dlm keadaan sekarang ?

Pemikiran terlalu riuh, memikirkan segala hal, karena dibiarkan melompat-lompat tanpa kendali. Pemikiran juga membuat diri semakin sulit utk sepenuhnya hadir di saat sekarang ini. Dan ini yg sesungguhnya sangat melelahkan. Lelah yg akan berakibat pada “fatique” kekhawatiran, ketakutan dan . . depresi.

Berdiam, membiarkan diri berada dlm hening, terlebih hening pemikiran secara berkala adalah persyaratan utama utk bisa benar-benar memiliki kesadaran dlm keseharian. Dan kesadaran adalah pintu gerbang utk dapat hidup yg lebih bahagia, lebih damai dan lebih bermakna.

 

Menurut literaratur yg saya baca, caranya adalah sebagai berikut :

 

  1. Pemikiran pada dasarnya adalah hening. Terlebih tidak terpengaruh oleh asupan apapun, dari manapun datangnya

 

  1. Hening, tdk tergantung kondisi sekitar, tapi komitmen diri. Artinya keheningan bisa dicapai Tidak hanya dalam kelas meditasi, beribadah atau lainnya, tapi saat diri memilih untuk sepenuhnya hadir. Bisa pada saat apa saja.

 

  1. Terus menerus melatih diri untuk sadar dan meninggikan kesadaran. Hal paling mudah yg bisa dilakukan adalah dengan tidak menjadikan pikiran sebagai lawan yg harus dikekang, tapi sebagai obyek yg mengasyikkan untuk diamati, diakui dan dialami. Percayalah, saat kita sadar tengah memikirkan sesuatu hal, kita sudah tidak hanya berpikir. Sebagaimana orang yg sadar dia sedang marah, dia tidak akan marah-marah.

 

“The nature of our mind is awareness

The nature of our being is well being”

 

Author :  Wimbo Hardjito

Leave a Comment

Scroll to Top