The Coach Column : Time is the best gift you can give to a person

Coaching Consulting Training

Waktu adalah hadiah terbaik yang dapat kamu berikan kepada seseorang

Waktu dalam hal ini tidak hanya sekedar meluangkannya, namun juga totalitas kehadiran dan keikhlasan mendengarkan serta menghormati nilai nilai hidup dari orang lain

Demikian juga dalam proses coaching, dimana sebagai coach kita diminta untuk hadir penuh selama coaching berlangsung..

Hadir penuh berarti waktu yang kita luangkan selama 1 jam adalah sepenuhnya untuk sang coachee.

Hadir penuh berarti mendengarkan secara penuh apa yang tersirat dan tidak tersirat

Hadir penuh berarti mengosongkan pikiran kita dari segala praduga atau judgement yang sering mengganggu pikiran kita terhadap lawan bicara

Hadir penuh berarti tidak mengasumsi apapun atas apa yg disampaikan sang coachee kepada kita

Hadir penuh berarti menghormati nilai nilai kehidupan yang mendasari prilaku dan keputusan coachee, termasuk apabila nilai tersebut bertentangan dengan nilai kehidupan kita sendiri.

Untuk poin terakhir menurut pengalaman terbatas saya sebagai coach adalah hal yang penuh tantangan selama dalam proses coaching.

Ditengah keasikan kita hadir sepenuhnya dalam proses coaching, sekonyong konyong kita dihadapkan pada suatu hal yang bertentangan dengan nilai kehidupan kita (values). Lalu apa yang harus anda lakukan sebagai coach ? Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus menghormati kepercayaan coachee kita untuk menganut nilai tersebut dalam sebuah skenario kehidupan. Menghormati bukan berarti menyetujui atau mengikuti nilai tersebut, tapi hanya sekedar menghormati, titik. Apakah hal itu mudah? Bagi saya tentu tidak … ada rasa gemes yang bergejolak dalam hati dan pikiran kita yang harus kita kelola agar tidak sampai mengganggu proses kehadiran penuh kita semasa coaching berlangsung.

Ketika pertama kali hal ini saya alami, terus terang selama beberapa menit saya sempat hilang dari kehadiran dan sebagai orang yang ekspresif saya yakin sekali ada perubahan ekspresi di wajah saya. Reaksi berikutnya adalah hasrat kuat untuk mengkritik nilai tersebut sekaligus menyampaikan nilai yang lebih baik menurut saya karena itu adalah nilai nilai yang saya percaya paling benar. Saya bisa sampaikan 1000 alasan bahwa nilai saya lah yang benar dan menganggap nilai coachee salah. Uups.. tiba tiba terdengar alarm tanda bahaya berbunyi.. RED FLAG ALERT, menyadarkan saya bahwa saya harus kembali ke kehadiran penuh saya untuk coachee, bahwa my opinions don’t matter. Sesi coaching ini adalah untuk coachee bukan untuk coach, orang terpenting dalam kurun waktu 1 jam ini adalah orang yang berbicara di depan saya yaitu coachee saya. Kemudian apa yang saya lakukan untuk mengembalikan diri saya ke kehadiran penuh lagi, ada beberapa hal yang ingin saya bagi disini yaitu :

  1. Pastikan bahwa RED FLAG ALARM kita berfungsi dengan baik. Kesadaran diri kita (self awareness) atas respon terhadap apa yang kita dengar yang biasanya ditandai dengan perubahan psikis, bisa kita latih untuk mengasah sensitifitas alarm tersebut. Perubahan yang terjadi dari suasana yang tenang dengan degub jantung normal tiba tiba detakan menjadi lebih kencang itu menandakan bahwa kita akan segera keluar dari kehadiran penuh kita.
  2. Apabila itu terjadi, buang jauh rasa ingin menjadi lebih benar atau lebih superior, perintahkan ego kita untuk menyamakan derajat kita kembali dengan coachee. Bahwa coach dan coachee adalah sederajat setingkat terlepas dari atribut jabatan atau senioritas yang menempel di diri coach dan coachee. Selama 1 jam proses coaching baik coach dan coachee adalah sejajar statusnya, tidak ada yang lebih superior diantara satu dan yang lain. Kita sebagai manusia mempunyai ego yang apabila dibiarkan membuat kita merasa lebih superior dari yang lain. Hindari perasaan ingin memberi makanan terhadap ego kita yang akan menjadikan kita merasa lebih superior.
  3. “Jauhkan” diri kita dari masalah coachee dan rentangkan jarak virtual yang cukup lebar antara kita dan masalah coachee dan katakan pada diri kita bahwa kita tidak memiliki hak untuk memecahkan masalah itu walaupun kita ingin dan merasa tau bagaimana cara memecahkan masalah tersebut berdasarkan pedoman nilai hidup kita. Bukan coach yang akan menyelesaikan masalah itu, tapi sang coachee lah yang harus diyakini untuk menyelesaikan masalahnya.
  4. Kemudian yang terpenting setelah kita berhasil kembali hadir penuh adalah menghindari kecenderungan untuk mengarahkan coachee ke nilai yang kita yakini dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang bersifat mengarahkan (leading questions). Coach bukanlah juru kampanye yang punya tugas mempropagandakan suatu nilai agar diterima orang lain. Tugas seorang coach adalah membantu coachee mencapai tujuan berdasarkan nilai yang diyakini sang coachee. Tetaplah bersikap netral terhadap nilai tersebut, hormatilah, bukan terus mencoba agar coachee mengubah nilai hidup yang diyakininya dengan apa yang kita yakini lebih benar

Sebagai contoh, ketika seseorang mengalami kegalauan untuk memutuskan mengenai pendidikan lanjutan bagi anaknya karena ikut campur keluarga besar, saya dapati bahwa nilai keluarga bagi sang coachee adalah penting. Kita semua menjunjung factor keluarga sebagai salah satu nilai kehidupan kita, walaupun dengan skala yang berbeda, tergantung dalam konteks apa atau dalam suatu skenario kehidupan yang mana. Tidak selamanya, menurut saya, keluarga besar harus “ikut campur”. Secara pribadi, saya sebagai saya tidak akan terlalu mempedulikan omongan keluarga karena saya percaya untuk pendidikan anak adalah tanggung jawab saya sebagai orang tua sepenuhnya, bukan neneknya kakeknya atau tante dan pamannya. Namun sebagai coach hal itu tidak akan bermanfaat untuk saya bagikan ke coachee saya atau bahkan saya usahakan agar coachee saya tidak terlalu mempedulikan omongan keluarga. Sebagai coach saya harus menghormati bahwa itu adalah penting buat dia, urun rembuk keluarga besar untuk memikirkan pendidikan anaknya adalah suatu hal yang penting buat coachee saya. Disinilah rasa gemes yang berkecamuk dalam hati saya. Rasanya saya ingin langsung sampai pada poin akhir diskusi dengan mengatakan kepada coachee “Untuk apa mendengarkan keluarga besar, ini kan anakmu”. Hal yang mana dipastikan akan merusak proses coaching yang sedang berlangsung karena selanjutnya yang terjadi adalah salah satu dari dua hal, yaitu coachee saya akan menentang dan kami akan terlibat konflik nilai, atau coachee saya akan mengiyakan namun tidak akan berbuat apa apa karena apa yang saya sampaikan tidak sejalan dengan nilai yang dia yakini, dan apabila itu terjadi maka saya telah gagal sebagai coach.

Values, atau nilai, yang dipercaya oleh seseorang terbentuk bukan sehari dua hari, namun melalui proses panjang seumur hidup kita. Nilai keluarga terbangun karena dari lahir kita berada di lingkungan keluarga. Apalagi di belahan timur dunia seperti Indonesia, dimana ikut campur keluarga adalah biasa dan umum. Bagi sebagian orang seperti saya yang sudah memiliki pengalaman merantau atau terdidik oleh orang tua untuk membuat keputusan sendiri dari kecil, saya mampu dengan kuat hati memutuskan apa yang menurut saya baik tanpa terlalu mempertimbangkan masukan keluarga. Sehingga jangan heran apabila kami, saya dan coachee, walaupun sama sama orang Indonesia, sama sama wanita bekerja, sama sama Muslimah, sama sama mandiri, sama sama menjunjung nilai keluarga, namun pada saat dihadapkan pada suatu skenario kehidupan, kami mempunyai sudut pandang yang berbeda. Yang harus kita ingat sebagai coach adalah kekuatan dari suatu nilai yang dipercaya mempunyai pengaruh yang besar bagi seseorang dalam mengambil suatu keputusan untuk mengambil langkah selanjutnya. Maka seorang coach harus selalu mampu menerima dan menghormati nilai sang coachee agar dapat menjadi katalis bagi coachee untuk mencapai tujuan.

Values atau nilai hidup adalah sebuah lem kuat yang melekatkan suatu pemikiran dan perasaan untuk membuat suatu keputusan yang pada gilirannya akan menciptakan motivasi untuk berbuat sesuatu. Pada dasarnya seseorang akan melangkah untuk mencapai suatu tujuan ketika dia menyadari bahwa apa yang dia akan lakukan sejajar dengan nilai hidup yang dipercaya, sehingga tidak terjadi konflik batin didalam dirinya. Konflik batin yang berkepanjangan akan menunda seseorang untuk melangkah sehingga tujuannya akan lama tercapai bahkan tidak tercapai sama sekali. Dengan demikian tugas seorang coach bukan untuk membuat coachee menjadi tambah ragu dan bingung dengan memperkenalkan nilai baru yang tidak sesuai dengan nilainya, tugas coach adalah membantu coachee menghubungkan nilai yang dia pahami dengan perasaan dan pemikiran sehingga terciptalah suatu keputusan dan motivasi kuat untuk berbuat sesuatu, termasuk apabila nilai hidup tersebut tidak sesuai dengan nilai kita sebagai coach.

Time is the best gift you can give to a person, waktu adalah tanda kasih terbaik yang bisa kita berikan kepada seseorang. Sebagai coach waktu adalah hadiah terbaik bagi sang cochee. Ketika kita memberikan waktu kita, buatlah waktu tersebut bermanfaat bagi coachee kita dengan menyerahkan diri kita sepenuhnya untuk coachee termasuk meruntuhkan ego kita dan menghormati nilai hidup yang dipercaya oleh sang coachee walaupun hal tersebut berbenturan dengan nilai yang kita percaya.

 

Author : Unny Amalia

Leave a Comment

Scroll to Top